Legenda La Golo: Si Anak Pemalas, Cerita Rakyat Bima

Legenda La Golo: Si Anak Pemalas, Cerita Rakyat Bima
Pada zaman dahulu di suatu desa di Bima, NTB, hiduplah
sepasang suami istri yang kaya raya, namun belum dikaruniai anak. Mereka telah
sekian lama menanti kehadiran buah hati. Mereka tak henti-hentinya berdoa
meminta kepada Tuhan yang Mahakuasa supaya dikarunia seorang buah hati. Hingga suatu
hari, doa yang selalu mereka panjatkan dikabulkan. Sang istri pun mengandung.
Tidak terkira kebahagiaan suami istri tersebut. Sembilan bulan kemudian
lahirlah seorang bayi laki-laki yang sehat dan gagah, bayi itu diberi
nama La
Golo. La Golo memiliki arti pembuka jalan. Orangtuanya
memberi nama La
Golo dengan harapan sang bayi mungil itu tumbuh menjadi pria
dewasa yang gagah berani, membuka lahan untuk pertanian, dan memimpin
masyarakat dengan bijaksana.
La Golo sebagai
anak satu-satunya sungguh amat di sayang oleh kedua orangtuanya. Sehingga
Semenjak masih kecil, La Golo sangat dimanjakan orang tuanya. Sehingga
apapun yang dia inginkan selalu saja dipenuhi oleh kedua orangtuanya. Namun
karena selalu dimanjakan orang tuanya berdampak buruknya perangai La Golo ketika
beranjak remaja. La Golo memiliki sifat manja dan pemalas tidak
sesuai dengan doa yang disematkan orang tuanya pada namnya “La Golo”. La Golo tidak
mau membantu kedua orang tuanya bekrja di sawah. Sementara semua
keinginan La
Golo harus dipenuhi, jika tidak La Golo selalu
merengek dan menangis bahkan mengamuk dan merusak apapun yang ada didekatnya.
Suatu hari orang tuanya berseloroh, "Dahulu aku
memberi nama anak kita La Golo, aku berharap agar setelah dewasa dengan
menggunakan golo atau golok, ia mampu membuka lahan baru untuk pertanian dan
perkebunan sehingga kita tambah sejahtera dan dapat menikmati masa tua. Namun
nyatanya, anak itu benar-benar,pemalas. Jangankan membuka lahan, membantuku di
kebun saja dia tidak mau!" kata sang suami pada istrinya. Tidak hanya
itu, La
Golo juga menjadi anak nakal, suka berkelahi dan mengejek
anak-anak lain. Hampir setiap hari laporan selalu dari penduduk
bahwa La
Golo berkelahi dengan masyarakat baik di desa ataupun diluar
desa. Semua itu membuat kedua orang tuanya sangat malu dan bersedih hati. Sang
Ayah pun menegur La Golo. "Anak ku hendak jadi apa engkau bila
terus-terusan nakal dan pemalas?" Tegur sang Ayah kepada La Golo,
namun La
Golo hanya diam saja tanpa memperdulikan Ayahnya. Ia malah
asyik dengan kesibukannya sendiri membuat pati kalo. Pati kalo merupakan mainan
yang berbentuk seperti senjata api sungguhan yang terbuat dari potongan batang
daun pisang. Mainan ini digunakan ketika akan bermain mpa'a lewa atau permainan
perang-perangan. Melihat sikap putranya yang acuh tak acuh sungguh membuat
semakin sedih kedua arangtuanya. Ayah dan Ibunya sudah berkaIi-kaIimencaba
menasihatinya, namun La Golo tak berubah juga. Hingga beranjak
dewasa, La
Golo tidak berubah malah memakin sulit di atur. Mereka hanya
bisa berdo’a semoga suatu saat anaknya anak berubah.
Hingga suatu hari musim kemarau telah tiba, usia La Golo tepat
menginjak usia 17 tahun. Di Desa tempat tinggal La Golo memiliki
kebiasaan melakukan tradisi Nggalo Wawi yang dilakukan ketika musim kemarau
datang. Tradisi Nggalo Wawi merupakan tradisi berburu babi hutan yang dilakukan
oleh masyarakat Bima dan Dompu. Babi hutan diburu karena merupakan binatang
perusak tanaman para petani, terutama tanaman padi dan jagung. Tradisi ini
wajib dilakukan oleh semua pria yang telah beranjak dewasa. Jika ada yang tidak
mematuhi, maka akan diberi hukuman yang berat. Dan seluruh penduduk desa pun
akan memandangnya sebagai pria lemah dan pengecut.
Karena kemalasannya La Golo, tidak ingin
ikut berburu babi hutan dan memberi banyak alasan. Namun setelah di paksa oleh
ayah nya, akhirnya dengan berat hati La Golo bersedia berangkat berburu babi.
Persiapan berburu pun dilakukan oleh para pria dibantu
oleh wanita. Para pria melakukan persiapan untuk pembuatan alat-alat berburu,
seperti tombak, parang, dan panah. Alat-alat ini dapat membantu untuk
menghindari dan menahan, jika terjadi penyerangan oleh babi hutan kepada para
pemburu. Sedangkan para wanita membantu mempersiapkan bekal selama perburuan
dihutan. Keperluan yang tidak kalah penting dalam perburuan ini adalah
dibawanya beberapa ekor anjing. Anjing merupakan binatang yang paling agresif
terhadap babi hutan dan ketajaman penciumannya dapat mengetahui jejak babi yang
ada di dalam hutan. Masing-masing para pemburu yang sudah lengkap dengan
alat-alat buruannya, akan membawa seokor anjing sebagai penunjuk jalan di mana
babi hutan berada. Jika hutan yang menjadi tujuan untuk berburu terlalu rimba
dan menakutkan, maka para pemburu akan melepaskan beberapa ekor anjing saja
untuk mencium keberadaan babi. Jikalau di dalam hutan tersebut terdapat
beberapa ekor babi hutan, maka anjing akan menggonggong dengan keras sambil
mengejar dan menggigit, sehingga babi yang ada di dalam hutan akan lari keluar
dari hutan. Para pemburu akan bersiap-siap di luar hutan, untuk melepaskan
tombakan jika terdapat babi hutan yang menghampiri mereka.
Hingga tiba hari keberangkatan berburu, La Golo bersiap-siap
mengikuti ayahnya dan pria-pria desa lain untuk berburu. Para pria desa,
termasuk La
Golo dan Ayahnya berangkat menuju hutan sebelum matahari
terbit. Hutan tersebut sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 10 km dari
Desa. La
Golo yang sudah terbiasa bermalas-malasan merasa sangat
kelelahan padahal baru saja 1 km meninggalkan Desa. Hingga ayahnya menawarkan
bantuan untuk membawa peralatan berburu. La Golo pun
menyerahkan peralatan berburu dan membiarkan ayahnya membawa semua dengan
senang. Ia tidak peduli jika ayahnya sudah tua dan kelelahan juga. Ayahnya
harus membawa banyak barang sementara perjalanan masih cukup jauh. La Golo berjalan
lambat di belakang rombongan pemburu. Makin lama, makin jauh jaraknya antara Ia
dan rombongan tersebut.
Belum lama berjalan La Golo tidak
melihat rombongan lagi di depannya karena ia terlalu lambat. Ia pun memutuskan
berhenti dan beristirahat di tepi jalan setapak. Ia berteduh dibawah pohon yang
rindang. Ia berpikir mereka akan kembali dengan melalui jalan yang sama yang
telah dilalui. Karena tak melihat rombongan di depannya, La Golo kemudian
memutuskan berhenti dan beristirahat di bawah pohon. Ia pun tertidur dengan
pulasnya karena udara sejuk dibawah pohon.
Na mun belum lama ia tertidur, tiba-tiba La Golo terbangun
karena mendengar suara dari balik bukit. Untuk sesaat ia tidak menghiraukannya,
karena dikira mimpi oleh dia. Namun suara itu berbunyi kembali.
"Hooo.... Hooo... ,"
La Golo mulai
penasaran dan tertarik untuk mencari tahu. Ia pun mencari asal suara itu, tanpa
disadari ia sudah berjalan jauh ke balik bukit. Sampailah Ia di sebuah pohon
yang amat besar. Suara itu berasal dari sana. La Golo mendongak,
dilihatnya buah-buahan pohon tersebut bergantungan di setiap dahan. Warnanya
hijau muda, berbentuk seperti tabung berlubang. Pohon itu diperhatikan dengan
seksama oleh La
Golo, hingga akhirnya ia menemukan sumber suara yang membuatnya
penasaran. Ternyata dari lubang pada buah tersebutlah angin mengalir dan
membuat suara yang tadi didengar oleh La Golo.
Setelah rasa penasarannya tuntas, La Golo berniat
kembali lagi ke tepi jalan setapak untuk menunggu ayah dan para pria lainnya
pulang berburu. La Golo yang berjalan begitu saja, tanpa
memperhatikan jalan yang dilaluinya untuk mencari sumber suara akhirnya
tersesat. Ia tak ingat jalan kembali ketempat ia berteduh tadi.
Dengan bingung, La Golo berusaha
mencari jalan pulang. Ia mencoba mengingat-ingat jalan mana yang sudah dilalui
olehnya. Namun sia-sia hingga akhirnya Ia makin tersesat, masuk jauh ke kawasan
di balik bukit yang penuh pepohonan lebat. Rasa takut di hatinya mulai muncul.
Berkali-kali ia memanggil ayahnya.
Namun panggilannya hanya dijawab oleh suara
"Hooo... hooo... ," dari buah-buah tadi. La Golo pun
mulai Ielah, perutnya lapar karena semua bekal dibawa oleh ayahnya. Ia pun
mencari makan dari buah-buahan yang jatuh.
Di dalam hatinya, ia mulai menyesali kenakalan dan
kemalasannya. Ia sadar jika Ia Iebih patuh pada orangtuanya, ia tidak akan
tersesat seperti ini. Ia pun berjanji, jika bisa menemukan jalan pulang, Ia
akan berubah menjadi anak yang Iebih baik.
Ayah La Golo dan rombongan telah menyelesaikan
perburuannya dan kembali ke desa. Sang Ayah yang tidak mendapati putranya dalam
rombongan, tidak begitu khawatir. Beliau mengira sang putra yang pemalas telah
kembali ke desa terlebih dahulu. Namun sesampainya di rumah Ia tidak rnendapati
putranya telah pulang. Ia pun menanyakan keberadaan putranya pada sang Istri.
"Ina, dirnana La Golo? Bukannya dia
sudah kernbali terlebih dahulu," tanya sang Suami penuh khawatir akan
keberadaan putranya. "Bukannya ia bersamamu Ama, dari tadi tidak ada satu
pun pria yang pergi berburu kembali, hingga kalian datang," ujar sang
Istri dengan heran. Orang tua La Golo sangat khawatir dan pergi menghadap
Kepala Adat untuk melaporkan bahwa putranya belurn kernbali. Dengan bergegas
Kepala Adat memerintahkan para pria di desa untuk kembali ke hutan
mencari La
Golo.
Esok paginya para pria pun segera ke hutan dengan
berbekal persenjataan guna menghalau binatang liar. Mereka tidak lupa membawa
anjing mereka untuk melacak keberadaan La Golo. Sudah beberapa hari mereka melakukan
pencarian akan keberadaan La Golo, namun hasilnya tidak ada. Hal ini
karena La
Golo yang tidak tahu arah melangkah sangat jauh dari
perbatasan hutan di desanya. Orangtua La Golo pun hanya bisa berpasrah, semoga putranya
tetap selamat dan bisa segera kembali.
Berhari-hari La Golo berjalan di tengah hutan. Ia makan buah
apa saja yang bisa ditemukan, tidur di atas dahan pohon agar tak dimangsa hewan
buas, dan terus berjalan tanpa tahu arah. Sampai suatu hari, La Golo bertemu
dengan seorang pemburu bernama Sandari.
La Golo pun
bercerita mengenai siapa dirinya dan apa yang menyebabkan dia tersesat seperti
sekarang. Setelah mendengar kisahnya, Sandari mengajak La Golo berpetualang.
Ia juga mengajari La Golo bertahan hidup, bekerja keras
mengumpulkan makanan serta belajar berburu.
Tidak lama kemudian, dari kejauhan mereka mendengar
suara orang sedang bercakap-cakap. Makin lama makin jelas. Mereka
akhirnya berpapasan dan saling berkenalan. Mereka bercerita mengapa sampai di
tempat itu. Ternyata mereka juga adalah anak-anak malas dan nakal yang tidak
menurut kepada kedua orang tuanya hingga tersesat di hutan seperti sekarang.
Namanya La Ngepe dan La Bonggo.
Empat orang itu akhirnya menjadi sahabat. Mereka
sepakat mengangkat La Golo sebagai ketuanya. Mereka sekarang harus
bekerja keras mencari buah-buahan dan umbi-umbian untuk dimakan. Pada suatu
hari, mereka bertemu dengan seekor rusa. La Golo melihat
betapa kencang larinya sang rusa. Sungguh kagum dirinya melihat kelincahan sang
rusa. La
Golo ingin memiliki kepandaian berlari seperti seekor rusa. Ia
pun berlatih dan akhirnya memiliki ilmu berlari secepat rusa. Mereka gunakan
untuk lari menghidari kejaran binatang buas yang hendak menjadikan mereka
santapannya.
Setelah beberapa hari, mereka bertemu pula dengan
seekor beruk yang sangat besar. Beruk itu pun diminta mengajarkan ilmu
memanjatnya. Beberapa waktu kemudian, mereka bertemu kembali dengan seekor
kerbau liar yang tanduknya sangatkuat. Merekamerasabelum lengkapkalaubelum
memiliki ilmu ntumbu (tumbuk kepala) yang dimiliki kerbau liar itu. Mereka
ingin mempergunakannya sebagai pelindung diri dari serangan binatang buas.
Mereka pun meminta sang kerbau mengajarkan cara menyeruduk yang kuat kepada
sang kerbau. Akhirnya, kerbau itu pun mau mengajarkan ilmu tumbuk kepalanya.
Ketika dalam perjalanan mereka berpetualang, mereka
bertemu dengan elang. Mereka begitu kagum melihat mata tajam elang yang sedang
mengincar mangsanya dan begitu tepatnya bidikan sang elang dalam memangsa
mangsanya. La
Golo pun dengan semangat meminta sang elang untuk mengajarkan
cara memiliki mata tajam untuk membidik sasaran. Seperti binatang lain yang
mereka temui sebelumnya, sang elang dengan senang hati mengajarkan ketajaman
matanya membidik mangsa kepada La Golo dan ketiga temannya. Dengan berbekal
keterampilan yang mereka miliki, seperti berlari secepat rusa, memanjat
setangkas beruk, ntumbuk (tumbuk kepala) sekuat kerbau, dan membidik sasaran
setajam mata elang. Mereka pun melanjutkan petualangan. Hari semakin hari La Golo pun
yang sudah berubah menjadi Iebih baik, tak henti-hentinya mempelajari
keterampilan tersebut.
Hingga pada suatu hari, La Golo punya
usuI untuk mencari ikan di laut. Ketiga temannya yang lain menyetujuinya."
Lalu, mereka berjalan menuju teluk kecil yang tenang airnya. Tugas pertama
adalah membendung teluk itu. Tugas inijatuh pada Sandari karena Sandari berarti
pagar pembatas air. Setelah air laut itu dibendung, selanjutnya adalah tugas La
Bonggo untuk mengeringkan airnya karena bonggo berarti mengeringkan air. Dalam
sekejap, air laut itu sudah kering dan tampak ikanikan menggelepar. Setelah
itu La Ngepe mempunyai tugas menangkap ikan-ikan itu. Ngepe dalam bahasa Bima
berarti menangkap ikan. Setelah ikan ditangkap, La Golo lah
yang mengumpulkan ikan-ikan itu. Ketika mereka sedang beristirahat sambil
memikirkan bagaimana cara memperoleh api untuk membakar ikan-ikan itu,
tampaklah asap api di kejauhan. La Golo meminta agar salah satu temannya pergi ke
tempat itu untuk membakar ikan. Mereka pun membagi tugas dengan cara diundi
siapa yang akan pergi kesumber asap.
Tugas pertama pun jatuh pada Sandari. Asap yang
mengepul itu ternyata datang dari satu-satunya rumah yang berada tengah hutan.
Rumah itu milik sepasang raksasa, yaitu Ompu dan Wa'i Ranggasasa (kakek dan nenek
raksasa). Namun Sandari tidak menyadari bahwa pemilik dari rumah sumber asap
itu adalah sepasang raksasa.
Ketika sampai di rumah itu, Sandari segera menghampiri
pintu rumah tersebut. Ia berniat untuk meminta izin untuk membakar ikannya.
Jika diizinkan, sebagian ikannya akan diberikan sebagai ucapan terima kasih
kepada sang pemilik rumah. Belum saja Sandari mengetuk pintu, dari dalam rumah
terdengar obrolan sepasang raksasa yang menakutkan. Mendengar percakapan itu,
Sandari lari tunggang langgang dan meninggalkan seluruh ikannya. Sandari
melaporkan kejadian itu kepada teman-temannya.
"Di sana ada sepasang raksasa mereka hendak
menangkap manusia, aku takut, kalian saja yang pergi," ujar Sandari dengan
gemetar.
Mereka pun mengundi kembali siapa yang akan pergi.
Hingga akhirnya giliran jatuh pada La Ngepe. Sebenarnya La Ngepe juga merasa
takut jika berhadapan langsung dengan sepasang raksasa itu. Namun ia malu untuk
mengakuinya. Akhirnya ia pun pergi dengan perasaan takut. Ia pun memberanikan
diri untuk mengetuk pintu. Keluarlah sang rakasasa pria dengan kapak
ditangannya. Hal ini membuat La Ngepe semakin takut.
"Bolehkah kami menumpang membakar ikan ini, wahai
raksasa. Nanti akan kuberikan sebagian milik kami untuk mu," ujar La Ngepe
dengan suara yang bergetar.
"Aku bukan saja menginginkan ikan yang kau
miliki, tapi aku juga ingin memakan habis daging mu wahai
anak manusia, hahahaha," ujar sang raksasa dengan
rasa senang melihat ada mangsa dihadapannya.
Mendengar perkataan sang raksasa itu La Ngepe pun
langsung berlari terbirit-birit. La Ngepe pun gagal juga. Pengundian
selanjutnya jatuh pada La Bonggo. La Bonggo tidak jauh berbeda dengan La Ngepe
ia pun merasa takut.
"Aku sungguh takut dimakan oleh sang Raksasa
itu," rintih La Bonggo
"Pergilah kau, gunakan pisau ini untuk membunuh
raksasa," perintah La Golo.
La Bonggo pun pergi dengan berat hati karena takut.
Namun, ia mengalami nasib yang sama seperti Sandari dan La Ngepe. Ia sambil
terengah-engah karena berlari melaporkan kejadiannya kepada La Golo.
"Aku tidak sanggup La Golo,
raksasa itu sungguh menakutkan," Ujar La Bonggo.
Akhirnya, La Golo pergi ke rumah Ompu dan Wa'i Ranggasasa,
diikuti teman-temannya yang lain. La Golo pun mendapatjawaban yang sama dari kedua
raksasa itu. Namun, La Golo tidak gentar menghadapi Ompu Ranggasasa.
Dengan suara yang lantang ia menantang Ompu Ranggasasa.
"Hai raksasa apa yang telah kau lakukan pada
ketiga temanku, lawanlah aku jika kau berani" tantang La Golo.
"Sungguh besar nyali mu wahai anak manusia,
kemarilah akan kuhabisi dan kumakan kalian hingga habis," ujar sang
raksasa penuh marah.
Ketika Ompu Ranggasasa siap menyerang, La Golo pun
sudah bersiap-siap dengan ilmu ntumbu-nya. Begitu raksasa itu menyerang, La Golo pun
maju menyerudukkan kepalanya. Terjadilah benturan kepala yang sangat keras.
Raksasa itu menjerit kesakitan. Ompu Ranggasasa mati seketika. Demi keamanan,
Wa'i Ranggasasa pun dibunuhnya.
Mereka berempat kini menempati rumah raksasa itu
sebagai tempat peristirahatan beberapa hari. Dengan bebas, mereka membakar ikan
di sana. Mereka juga menemukan beberapa bahan makanan seperti buah-buahan dan
beras dirumah sang raksasa. Cukup untuk perbekalan mereka selama beberapa hari
disana.
Setelah beberapa hari tinggal dirumah raksasa,
habislah persediaan makanan mereka, mereka pun harus melanjutkan pengembaraan.
Melalui beberapa kilo jalan setapak hingga sampailah mereka di sebuah desa. Di
desa itu sedang ada keramaian. Setelah mereka mencoba mencari tahu ada apa
gerangan di desa itu sangat ramai. Ternyata disana diadakan pertandingan adu
ketangkasan di istana. La Golo tertarik ikut bertanding
La Golo pun
ikut bertanding. Dengan kemampuan yang luar biasa dimiliki oleh La Golo,
ia pun sangat mudah mengalahkan pesaing-pesaingnya. Pada perlombaan Iari, ia
mampu berlari dengan sangat cepat. Dengan ilmu lari yang diperoleh dari sang
rusa, ia menjadi juara lari.
Pada perlombaan memanjat pohon, dengan ilmu memanjat
yang diajarkan oleh sang beruk, ia menjadi juara memanjat pohon pinang yang
telah dilumuri lemak. Hingga gilirannya untuk mengikuti lomba
memanah, Ia pun berhasil mengalahkan para kesatria
kerajaan. La
Golo berhasil membidik sasarannya dengan tepat. Ia membidik
sasarannya bagaikan elang yang membidik mangsanya denga tepat.
Tibalah pada permainan terakhir, giliran La Golo mengikuti
sayembara ntumbu melawan jagoan istana. Dengan dukungan teman-temannya dan
dengan tekad yang bulat, akhimya La Golo maju. Ia duduk bersila dengan penuh
hormat di depan sang Raja menyatakan kesediaannya mengikuti ntumbu melawan
jagoan istana.
Sebentar lagi perlombaan akan dimulai. Raja sendiri
yang akan memimpin jalannya perlombaan. Kepala peserta lomba diikat dengan pita
berwana kuning. Raja mempersilakan kedua pemain maju ke depan
berdiri berhadap-hadapan dalam jarak lima meter
dari depan. Raja memberikan petunjuk tentang jalannya lomba.
Aba-aba sudah dimulai dan kedua pemain telah bersiap
untuk berlaga. Bunyi arubana (rebana) yang mengiringi pertarungan itu sudah
sejak tadi bergema. Kepala mereka telah siap menyeruduk laksana seekor kerbau
liar. Ketika terdengar aba-aba dan bendera kuning telah dijatuhkan, La Golo lari
dan meloncat ke arah lawannya bak seekor kerbau liar, dan
"Caaaaaaak!" Kepala mereka telah beradu, terdengarlah benturan yang
amat keras. Jagoan istana itu tergeletak tak sadarkan diri. La Golo menjadi
pemenang pertandingan itu. Para penonton bersorak-sorai dan
mengelu-elukan La Golo sang juara.
Raja pun terkesan dengan kemampuan La Golo,
lalu bertanya hadiah apa yang diinginkannya selain uang. "Sungguh luar
biasa kemampuanmu anak muda, hadiah apa yang hendak engkau minta dariku?"
Tanya sang raja. "Hamba dan teman-teman hamba hanya ingin di pulang ke
desa kami berasal dan bertemu dengan kedua orangtua kami lagi, Yang
Mulia," pinta La Golo pada sang Raja. "Apakah hanya itu
yang engkau pinta, wahai anak muda? Mengapa engkau tidak meminta harta atau
jabatan padaku, pasti akan kuberi," tawar sang raja pada La Golo.
"Terima kasih yang Mulia, tapi hamba sangat ingin bertemu kembali dengan
kedua orangtua hamba, hamba ingin berbakti kepada mereka yang telah tua
renta," ujar La Golo dengan rendah hati. "Baiklah, jika
memang itu kehendakmu maka akan aku kabulkan," ujar sang raja mengabulkan
permintaan La
Golo.
La Golo pun
kemudian menjelaskan asalusulnya pada sang raja. Raja pun memerintahkan
pengawalnya untuk mencari desa asal La Golo beserta teman-temannya. Tak perlu waktu
lama, La
Golo dan ketiga temannya pun akhirnya dapat bertemu lagi
dengan kedua orangtuanya. La Golo pun menangis meminta maaf akan kesalahan
yang diperbuatnya selama ini dan berjanji akan menjadi anak yang baik dan
berbakti.
"Ama..Ina.. maafkan ananda yang terlalu
menyusahkan kalian berdua, ananda janji akan menjadi anak yang baik dan
berbakti pada kalian," ujar La Golo sambil menitikkan air mata. Betapa senang
orangtua La
Golo melihat putranya masih hidup dan sehat. mereka yang
mengira anaknya sudah mati diterkam hewan buas, sangat bahagia mendapatkan
putra terkasihnya kembali. Mereka meneteskan air mata bahagia, apalagi melihat
perilaku La
Golo sangat berubah. Mereka pun saling berpelukan untuk
meluapkan kerinduan yang telah lama tertahankan.
Untuk melepas rindu mereka yang telah lama
tertahankan, La
Golo dan kedua orangtuanya saling bertukar cerita pengalaman
mereka selama tidak bertemu. Tak lupa La Golo bercerita pengalamannya berpetualang
bersama ketiga teman yang ia temui di hutan. Hingga berkelahi menghadapi
sepasang raksasa jahat.
Mendengar cerita putranya, dalam hati kedua
orangtua La
Golo merasa bangga akan perubahan putranya yang telah menjadi
seorang pria pemberani.
Kebahagiaan orangtua La Golo bertambah
melihat putranya menepati janjinya untuk menjadi anak yang berbakti dan
Senantiasa membantu orangtuanya. Ia membuka lahan pertanian dan perkebunan, dan
bekerja keras agar hasilnya dapat dijual ke pasar. Ia tak lagi suka berkelahi
maupun menganggu teman-teman sebayanya. Doa dan kesabaran kedua orangtua La Golo sungguhlah
tidak sia-sia. Putranya kini menjadi kebanggaan mereka.
Refrensi : Yenni Febtaria W. 2018. La Golo Si Anak Pemalas,
Pusat Bahasa NTB.
Sumber:
https://www.jokembe.com/budaya/baca/4/106/legenda-la-golo-si-anak-pemalas-cerita-rakyat-bima